HUBUNGAN
SEBAB AKIBAT ( causaliteit )
Dalam delik delik yang di rumuskan secara materil.
Di situ terdapat keadaan tertentu yang di larang, misalnya pembunuhan yaitu
adanya orang yang mati terbunuh. Untuk dapat
menuntut seseorang karena di tuduh membunuh, maka harus di buktikan
terlebih dahulu bahwa karena perbuatan orang itu lalu timbul akibat kematian
pada seseorang yang di bunuh. Atau bahwa
perbuatan orang itulah yang menjadi musahab terbunuhnya orang lain. Di
katakan bahwa antara matinya seseorang
dan orang yang membunuh harus ada hubungan kausal jadi jika hubungan kausal ini
d apat di tentukan maa dapat di tetapkan pula bahwa terbunuhnya seseorang
adalah karena perbuatan orang yang di sangka membunuh tadi. Sehingga dia dapat
di tintiti dan di pertanggung jawabkan
karenanya.
Persoalan causaliteit ini terjadi karena kadang
kadang sukar sekali untuk meetapkan apa
yang menjadi sebab dari suatu akibat.
Jika anda melihat sebuah pelita yang
menyala dan di tanyakan kepada anda apakah yang menjadi sebab daripada
menyalanya pelita tadi, maka tentunya anda akan mejawab karena ada orang yang
menyalakanya dengan sebatang korek api
yang menyala. Jawaban anda tentu tidak salah.
Tetapi jika kita reningkan lebih lanjut. Maka persoalanya tidaklah
sederhana itu. Seseorang todal dapat
menyalakan korek api jika tidak ada oang
lain yang membuatnya terlebih dahulu; sebaliknya pelita todal mungkin
dapat di nyalakan jika tidak ada minya dan
sumbunya ini berarti haus ada orang
yang terlebih dulu membuat minyak dan sumbunya dan begitlah seterusnya
sehingga hrus di katakan bahwa ternyata terjadi suatu keadaan yang sesungguhnya
diakibatkan oleh satu sebab saja,
melaikan karena adanya suatu rangkaian dari rangkaian dari beberapa banyak
sebab yang jumlahnya tidak mungkin di tentukan secara sepintas lalu.
A. teori
teori hubungan sebab akibat ( kausaliteit
)
Untuk menentukan causaliteit atau hubungan sebab
akibat dalam hukum pidana di kenal adanya beberapa macam teori yaitu :
1. teori conditio sine qua non
Teori ini menyatakan bahwa setiap syarat adalah
sebab dan semua syarat itu nilanya sama.
Karena jika suatu syarat tidak ada maka akibatnya akan lain pula, teori ini di
ajukan oleh von buri menurutnya sebab adalah tiap tiap syarat yang
tidak dapat di hilangkan untuk timbulnya akibat, teori ini di namakan ekuivalensi,
yaitu karena menurut pendirianya tiap tiap syarat adalah nilanya sama juga di
namakan bedingungsheorie karena bagainya
tidak ada perbedaan antara syarat ( bedingung ) dan sebab. Causaliteit dalam
teori ini membentang ke belakang tanpa akhir, karena tiap tiap sebab sebenarnya
merupakan akibat dari sebab sebelumnya. Sehingga apabila di kaitkan dengan
contoh di atas maka orang yang membuat
korek api, orang yang menanam kapas
untuk membuat sumbu pelita itu, semuanya adalah sama nilanya misalnya A di
tikam oleh B sampai mati maka yang merupakan sebab bukan hanya penikaman yang
di lakukan oleh B tetapi juga penjual pisau yang di lakukan terhadap B dan penjual pisau itu tidak ada apabila tidak ada
pembuat pisau. Artinya orang yang membuat pisau dan orang yang menjual pisau, adalah sama saja
dengan B yang menikamnya kepada A.
2. teori generalisir
Teori ini melihat secara ante factum ( sebelum terjadi atau abstracto ) di antara
rangkaian syarat itu di cari perbuatan manusia yang pada umumnya dapat menimbulkan akibat semacam itu, artinya
menurut pengalaman hidup biasa atau perhitungan yang layak mempunyai kadar
untuk itu, dalam teori ini di cari sebab yang adequatnya untuk timbulnya akibat
yang bersangkutan di ajukan oleh j von kries yang menyatakan, sebab dari suatu
kejadian adalah syarat pada umumnya menurut jalanya kejadian yang normal, dapat
atau mampu menimbulkan akibat atau kejadian tersebut.contoh tentang ada atau
tidaknya hubungan sebab akibat yang adequat antara lain yaitu :
a.
suatu
jotosan yang mengenai hidung, biasanya dapat
mengakibatkan hidung mengeluarkan darah ( mimisan ) akan tetapi apabila
orang yang di pukul itu menjadi
buta,maka itu bukan merupakan akibat
yang adequatnya tetapi merupakan suatu akibat yang abnormal atau tidak biasa.
b.
Seorang
petani membakar tumpukan rumput kering , dimana secara kebetulan terdapat
seorang penjahat yang tengah bersembunyi
atau tertidur di dalamnya, sehingga
penjahat tersebut ikut terbakar dan mati maka menurut pengalaman ( kebiasaan ) hidup sehari hari
terbakarnya penjahat akibat perbuatan petani tersebut bukanlah sebab.
3. teori individualisir
Teori ini memlih secara post factum ( setelah terjadi atau in concerto ) yaitu
mencari dari rangkaian faktor yang efektif dan pasif sebab yang paling
menentukan dari peristiwa tersebut, sedangkan fa ktor faktor lainya hanya
merupakan syarat belaka. Karena
itu toeri ini di kenal juga dengan theory der mesist wirksame bedingung. Menurut
birkmayer, sebab adalah syarat yang paling kuat, sedangkan menurut binding
dalam teorinya ubergewichts theory menyatakan bahwa sebab dari suatu perbuatan
adalah identik dengan perubahan dalam keseimbangan antara faktor yang
menahan ( negatif ) dan faktor yang
positif yang lebih unggul, yang di sebut sebab adalah syarat syarat positif
dalam ke unggulanya ( bobot yang melebihi ) terhadap syarat
syarat yang negatif satu satunya sebab adalah faktor atau syarat syarat
terakhir yang menghingakan keseimbangan
dan memenangkan faktor positif itu.
4. teori obyektif nachtragliche prognose
Teori ini dapat di golongkan juga kedalam teori
yang mengindividualisirkan di kenal dengan teori peramalan obyektif ( obeyektif
nachtragnose ) dengan tokohnya ramelin menurut ramelin, dalam menentukan suatu
perbuatan yang menjadi sebab dari akibat yang terlarang maka harus di ketahui
akibatnya dengan mengingat semua keadaan keadaan obyektif yagn ada pada saat
setelah terjadinya akibat, dengan meramalkan apa yang timbul dari perbuatan itu, misalnya jururawat yang telah
di larang oleh dokter untuk memberikan obat lagi pada pasien tetapi tetap
memberikan obat juga tetapi sebelum itu, tanpa sepengetahuan jururawat tadi ada
orang yang terlebih dahulu mencampurkan racun pada obat itu, hingga sang pasien lalu meninggal maka
perabuatan jururawat adalah tidak adequat karena tidak ada hubungan kasual
antara perbuatanya dan matinya sang pasien.
5. teori
relevansi
Teori ini mendasarkan pendirianya pada
interprestasi atas rumusan delik yang bersangkutan, dari rumusan delik yang hanya memuat akibat yang di larang di
tentukan kira kira perbutan perbuatan apakah yang di maksud pada waktu membuat
larangan tersebut, maksudnya pada waktu undang undang menentukan rumusan delik itu, di bayangkan
perbuatan perbuatan mana saja yang olehnya dapat menimbulkan akibat yang di
larang karenanya teori ini menurut moeljatno bukan lagi teori soal hubungan kausal tetapi
berkenaan dengan penafsiran undang undang yaitu masalah interprestasi belaka.
B. hubungan sebab akibat dalam perbuatan negatif
Persoalan ini timbul dalam delik ommisionis dan
delik commisionis per ommisionis commisa. Pada delik ommisionis persoalanya
mudah, karena delik ommisionis adalah delik formil. Sehingga tidak ada
persoalan tentang causaliteit. Yang menimbulkan persoalan adalah pada delik
commisionis per ommisionis pada delik ini terdapat pelanggaran larangan dengan
tidak berbuat mengenai persoalan ini ada beberapa pendapat yaitu :
1.
tidak
mungkin orang tidak berbuat dapat
menimbulkan akibat pendapat ini di dasarkan pada dalil ilmu pengetahuan alam
yang menyatakan bahwa dari keadaan yang negatif tidak mungkin timbul keadan
yang positif pendapat ini tidak dapat di terima karena dalil ilmu pengetahuan
alam tidak tepat untuk menetapkan dalam ilmu pengetahuan rohani seperti hukum
pidana ini.
2.
teori
berbuat lain, menyatakan bahwa yang di sebut sebab ialah perbuatan positif yang
di lakukan oleh pelaku pada saat akibat
itu timbul, misalnya dalam hal seorang ibu
membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu, maka yang di sebut sebab
adalah sesuatu yang di lakukan oleh ibu itu pada saat memberi air susum
umpamanya ia pergi ke toko. Teori ini pun tidak dapat di terima karena
kepergian sang ibu tidak mempunyai
hubungan dengan akibat itu
3.
teori
berbuat sebelumnya, menyatakan yang di
sebut sebab adalah perbuatan yang mendahului akibat yang timbul. Misalnya
seorang penjaga pintu perlintasan kereta api yang menyebabkan kecelakaan karena
tidak memindahkan pintu palang perlintasan, yang menjadi sebab dari teori ini ialah apa
yang di lakukan oleh penjaga pintu
perlintasan kereta api itu sebelumnya, yaitu menerima jabatan sebagai penjaga
pintu palang perlintasan. Teori ini pun tidak memuaskan, karena sukar di lihat
hubunganya antara penerima jabatan dengan akibat yang di timbulkan.
4.
seorang
yang tidak berbuat tetapi di katakan sebagai sebab yang di timbulkan akibat,
apabila ia mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat, kewajiban hukum itu timbul
dari hukum, tidak hanya yang nyata nyata tertulis dalam suatu peraturan tetapi
juga dari peraturan peraturan yang tidak tertulis, yaitu norma norma lain yang
berlaku dalam suatu tatanan masyarakat yang teratur, contohnya seorang penjaga
gudang memberikan pencurian melakukan aksinya. Maka penjaga tadi dapat di
pertanggung jawabkan karena sebagai penjaga ia berkewajiban untuk menjaga
gudang dan berbuat sesuatu karenanya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar